Anggaran
salah satu instrument penting dalam organisasi sektor publik. Anggaran sektor
publik bersifat partisipatif yang melibatkan masyarakat dalam perencanaan
anggaran agar aspirasi dan kebutuhan publik dapat diakomodasi dalam anggaran.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003)
pendekatan anggaran terdiri atas sebagai berikut:
a. Penganggaran
Terpadu;
b. Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPMJ);
c. Penganggaran
Berbasis Kinerja.
Penerapan
ketiga pendekatan dan klasifikasi tersebut di atas secara bersama dinyatakan
dalam dokumen perencanaan dan penganggaran yaitu Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dan dokumen pelaksanaan anggaran yatu
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Oleh
karena itu, sistem penganggaran diupayakan terus disempurnakan, sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan dalam masyarakat. Dengan demikian makalah ini dibuat
untuk membahas tentang Pendekatan Penyusunan Anggaran di Indonesia.
Sistem
perencanaan anggaran publik berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan
manajemen sektor publik dan tuntutan yang muncul dalam masyarakat. Terdapat
pendekatan dalam penyusunan anggaran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, yaitu sebagai berikut:
A.
Pendekatan
Penganggaran Terpadu
Penyusunan penganggaran terpadu dilakukan
dengan mengintregasikan seluruh proses perencanaan penganggaran di lingkungan Kementerian/Lembaga
untuk menghaislkan dokumen Rencana Kerja Anggota Kementerian/Lembaga (RKA-KL)
dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan dan
jenis belanja. Integrasi atau memadukan proses perencanaan dan penganggaran dimaksudkan
agar tidak terjadi duplikasi dalam penyediaan dana untuk Kementrtian/Lembaga
baik yang bersifat investasi atau keperluan biaya operasional.
B.
Pendekatan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPMJ)
Pendekatan KPMJ adalah pendekatan
penganggaran berdasarkan kebijakan dengan pengambilan keputusan terhadap
kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif dari satu tahun anggaran. Hal
tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang
bersangutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. KPMJ
merupakan suatu kebijakan penganggaran yang melibatkan kementerian dan
sektor-sektor dibawahnya secara keseluruhan dalam memussatkan pengalokasian
sumber daya yang ada. (World Bank dalam Maharani, 2012). Sejalan dengan hal
tersebut, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (2011, hal 12)
menyebutkan bahwa KPMJ adalah: “Pendekatan yang digunakan oleh pembuat
kebijakan untuk memotre implikasi kebijakan yan disusun dan ditetapkan saat ini
terhadap besaran anggaran yang akan ditimbulkan pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.”
Penerapan
KPMJ dalam penganggaran pada hakikatnya disebabkan adanya permasalahan dalam
pengangaran tradisional. Downes(2013) menyatakan beberapa permasalahan atau isu
yang dimaksud antara lain adalah:
(1) Kurang
maksimalnya keterkaitan antara sumber daya dan hasil dalam penganggaran
tahunan;
(2) Tidak
memadai perspektif tahunan untuk memastikan ketercapaian hasil, sehingga
diperlukan milestone jangka yang lebih panjang untuk memonitor pencapaian
hasil.
Menurut
(Downes, 2013) adapun beberapa perubahan yang terjadi melalui penerapan KPMJ
dalam perspektif penganggaran adalah:
(1) Memperpanjang
kerangka penganggaran dari satu menjadi 3-4 tahun
(2) Memproyeksi
biaya masa yang akan dating atas perubahan program dan kebijakan saat itu;
(3) Merestrukturisasi
anggaran yang fokus pada inisiatif kebijakan
Tahapan Proses penyusunan KPMJ meliputi:
(1) Penyusunan
proyeksi/rencana kerangka (asumsi) ekonomi makro untuk jangka menengah
(2) Penyusunan
proyeksi target-target fiskal (seperti tax ratio, defisit, dan rasio utang
pemerintahan) jangka menengah
(3) Rencana
kerangka anggaran (penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan) jangka menengah
(medium term budget framework), yang menghasilkan pagu belanja Pemerintahan
(resources envelope);
(4) Pendistribusian
total pagu belanja jangka menengah ke masing-masing BA BUN menjadi batas
tertinggi indikasi pagu BA BUN dalam jangka menengah tersebut merupakan
perkiraan batas tertinggi anggaran belanja dalam jangka menengah; dan
(5) Penjabaran
pengeluaran jangka menengah masing-masing BA BUN ke masing-masing program dan
kegiatan berdasarkan indikasi pagu jangka menengah yang telah ditetapkan.
C.
Pendekatan
Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK)
PBK merupakan suatu pendekatan dalam
sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja
yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam mencapai kinerja tersebut,
yang dimaksud kinerja adalah prestasi kerja berupa keluaran atau (output)
dan/hasil, dari kegiatan yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dengan
kuantitas dan kualitas yang terukur.
Secara
teknis dalam melaksanakan penganggaran berbasis kinerja terdapat 5 komponen
dasar untuk mencapai outcome yang diharapkan, yaitu:
(1) Satuan
kerja: sebagai penanggungjawab pelaksana kegiatan untuk mencapai keluaran/output
kegiatan
(2) Kegiatan:
serangkaian tindakan yang dilaksanakan satuan kerja sesuai dengan tugas
pokoknya untuk menghasilkan keluaran yang ditentukan
(3) Keluaran/output:
hasil dari kegiatan satuan kerja. Satuan kerja harus mempunyai keluaran yang
jelas dan terukur sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan.
(4) Standar
Biaya: biaya input dan biaya output didasarkan pada anggaran yan telah
ditetapkan.
(5) Jenis
Belanja: setiap rencana belanja harus dibebankan pada jenis belanja sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Dalam pendekatan penganggaran berbasis
kinerja hal yang paling menentukan upaya penganggaran yaitu sinkronisasi
program dan kegiatan yang telah dilaksanakan. Sinkronisasi yaitu upaya untuk
memastikan bahwa program dan kegiatan yang ditetapkan telah berjalan dengan
baik dan menghasilkan keluaran (output) yang optimal, yang pada akhirnya akan
mendukung pencapaian tujuan kebijakan.
Referensi
:
Lampiran
I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.05/2007