Teori, Konsep Dasar dan Standar Auditing

 

       “TEORI, KONSEP DASAR & STANDAR AUDITING”

 

1.     Teori dan Konsep Dasar Auditing

Teori dapat di klasifikasikan berdasarkan sifat menjadi dua, yaitu teori normatif, dan teori deskriptif. Teori normatif merupakan teori yang seharusnya di laksanakan. Teori deskriptif merupakan teori yang sesungguhnya di laksanakan.

Tidak seperti pada akuntansi, pada auditing tidak banyak orang yang berbicara tentang teori auditing sebagai lawan kata praktik auditing. Pada umumnya, orang menganggap auditing hanya suatu rangkaian prosedur, metode dan teknik. Auditing tidak lebih dari pada sekedar suatu cara untuk melakukan sesuatu dengan sedikit penjelasan, uraian, rekonsiliasi, dan argumentasi. Meskipun demikian telah di coba untuk meyakinkan perlunya suatu teori normatif pada auditing.

Menurut Lee dalam bukunya Corporate Audit Theory ada tiga kelompok postulat sebagai dasar teori dalam auditing yaitu :

1.         Postulat yang berkaitan dengan aspek keberadaan audit.

2.         Postulat yang berfokus pada tindakan auditor dan aspek perilaku.

3.         Postulat yang berfokus pada prosedur audit atau fungsional audit.

Teori Auditing merupakan tuntunan untuk melaksanakan audit yang bersifat normatif. Konsep adalah abstraksi-abstraksi yang diturunkan dari pengalaman dan observasi, dan dirancang untuk memahami kesamaan dan perbedaannya dengan subyek yang lain. Standar Auditing adalah pengukur kualitas, dan tujuan sehingga jarang berubah. sedangkan Prosedur Audit adalah metode-metode atau teknik-teknik rinci untuk melaksanakan standar, sehingga prosedur akan berubah bila lingkungan auditnya berubah.

Menurut Mautz dan Sharaf teori auditing tersusun atas lima konsep dasar, yaitu:

1.      Bukti

Tujuan memperoleh dan mengevaluasi bukti adalah untuk memperoleh pengertian sebagai dasar untuk memberikan kesimpulan atas pemeriksaan yang di tuangkan dalam pendapat auditor. Secara umum usaha untuk memperoleh bukti dilakukan dengan cara , yaitu :

a.                   Authoritarianisme, Bukti diperoleh berdasar informasi dari pihak lain. Misalnya   keterangan lisan manajemen dan karyawan, dan pihak luar lainnya, serta keterangan lisan tertulis berupa dokumen.

b.                   Mistikisme, Bukti dihasilkan dari intuisi. Misalnya pemeriksaan buku besar, dan penelaahan terhadap keterangan dari pihak luar.

c.                   Rasionalisasi, Merupakan pemikiran asumsi yang diterima. Misalnya penghitungan kembali oleh auditor, dan pengamatan terhadap pengendalian intern.

d.                   Emperikisme, Merupakan pengalaman yang sering terjadi. Misalnya perhitungan dan pengujian secara fisik.

e.                   Pragmatisme, Merupakan hasil praktik. Misalnya kejadian setelah tanggal selesainya pekerjaan lapangan.

2.      Kehati-hatian dalam pemeriksaan (due care)

Artinya melakukan pekerjaan dengan sangat hati-hati dan selalu mengindahkan norma-norma profesi dan norma moral yang berlaku. Konsep kehati-hatian yang di harapkan auditor yang bertanggung jawab. Dalam auditing tersebut sebagai prudent auditor. Tanggung jawab yang di maksud adalah tanggung jawab profesional dalam melaksanakan tugasnya. Konsep ini lebih di kenal dengan konsep konservatif.

3.      Penyajian atau pengungkapan yang wajar

Konsep ini menuntut adanya informasi laporan keuangan yang bebas (tidak memihak), tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan,hasil operasi, dan aliran kas perusahaan. Konsep ini dijabarkan lagi dalam 3 sub konsep, yaitu :

·         Accounting Propriety : berhubungan dengan penerapan prinsip akuntansi tertentu dalam kondisi tertentu.

·         Adequate Disclosure : berkaitan dengan jumlah dan luas pengungkapan atau   penyajian informasi

·         Audit Obligation : berkaitan dengan kewajiban auditor untuk independen dalam memberikan pendapat. 

4.      Independensi

Merupakan suatu sikap mental yang di miliki auditor untuk tidak memihak dalam melakukan audit. Masyarakat pengguna jasa audit memandang bahwa auditor akan independen terhadap laporan keuangan yang di periksa dan pembuat dan pemakai laporan keuangan. Jika posisi auditor terhadap kedua hal tersebut tidak independen maka hasil kerja auditor menjadi tidak berarti sama sekali. 

5.      Etika perilaku

Dalam auditing berkaitan dengan perilaku yang ideal seorang auditor profesional yang independen dalam melaksanakan audit.

           

2.     Standar Auditing

Standar Auditing è Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)



1.   Standar Umum,

a.       Audit harus di laksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.standar pertama menuntut kompetensi teknis seorang auditor di tentukan oleh tiga faktor yaitu:

-          Pendidikan formal dalam pendidikan akuntansi di suatu perguruan tinggi termasuk ujian profesi auditor.

-          Pelatihan bersifat praktis dan pengalaman dalam bidang auditing.

-          Pendidikan profesional berkelanjutan selama menekuni karir auditor profesional.

b.      Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Ada 3 aspek independesi, yaitu :

- Independensi senyatanya

- Independensi dalam penampilan.

- Independensi dari sudut keahliannya atau kompetensinya.

c.       Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama

2.      Standar Pekerjaan Lapangan

a.       Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya

b.      Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat lingkup pengujian yang akan dilakukan. Dalam hal ini pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien akan di gunakan untuk:

- Mengidentifikasi salah satu yang potensial.

- Mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi risiko salah satu yang material.

- Merancang pengujian substantif.

c.       Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

3.      Standar Pelaporan

a.       Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

b.      Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

c.       Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

d.      Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Standar-standar di atas dalam banyak hal saling berhubungan dan saling bergantung satu dengan lainnya. Keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga untuk standar yang lain. “Materialitas” dan “Risiko Audit” melandasi penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama